mbsmu.com oleh : Mujiarto, M.Pd. ---------------------------------- Assalamu 'alaikum wr.wb. Saudaraku, shiamu ramadhan adalah sarana ...
oleh : Mujiarto, M.Pd.
----------------------------------
Assalamu 'alaikum wr.wb.
Saudaraku, shiamu ramadhan adalah sarana kita melatih kesabaran. Dalam menapaki kehidupan dunia yang fana ini, kita senantiasa dihadapkan pada dua keadaan, bahagia atau sengsara. Perubahan keadaan itu bisa terjadi kapan saja sesuai takdir Allah Ta’ala . Sementara semenjak diciptakan, tabiat dasar manusia memang tidak pernah merasa puas. Apabila diberi kesenangan, manusia lalai dan tak menentu. Sebaliknya jika diberi kesulitan, ia akan bersedih dan gundah gulana tak karuan. Padahal sejatinya bagi seorang mukmin, segala yang terjadi pada dirinya, seharusnya tetap menjadi kebaikan bagi dirinya. Begitulah keistimewaan seorang mukmin sejati.
Hal ini ditunjukkan dalam sebuah sabda yang diucapkan oleh pemimpin dan suri tauladan bagi orang-orang yang bertakwa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,: “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Segala keadaan yang dialaminya sangat menakjubkan. Setiap takdir yang ditetapkan Allah bagi dirinya merupakan kebaikan. Apabila dia mengalami kebaikan, dia bersyukur, dan hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa keburukan, maka dia bersabar dan hal itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim no.2999, dari sahabat Shuhaib)
Benarlah, bahwasanya hanya orang yang beriman yang bisa lurus dalam menyikapi silih bergantinya situasi dan kondisi. Hal ini karena ia meyakini keagungan dan kekuasaan Allah ta’ala serta tahu akan kelemahan dirinya. Tidak dipungkiri memang, musibah dan bencana akan selalu menyisakan kesedihan dan kepedihan. Betapa tidak, orang yang dicinta kini telah tiada, harta benda musnah tak bersisa, berbagai agenda tertunda, bahkan segenap waktu dan perasaan tercurah untuk memikirkannya.
Musibah adalah perkara yang tidak disukai yang menimpa manusia. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan: “Musibah adalah segala apa yang mengganggu seorang mukmin dan yang menimpanya.” (Al-Jami’li Ahkamil Qur’an, 2/175)
Seorang mukmin hendaknya yakin bahwa apa yang ditakdirkan Allah ta’ala niscaya akan menimpanya dan tidak meleset sedikitpun. Sedangkan apa yang tidak ditakdirkan oleh-Nya pasti tidak akan menimpanya. Allah ta’ala berfirman yang artinya :
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikan itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al Hadid: 22-23)
Ingatlah Saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Saudaraku, sesungguhnya musibah yang menimpa, tak lain adalah sarana penggugur dosa seorang hamba, seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. “Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” ( HR. Ahmad, hasan shahih)
Saudaraku ketahuilah manusia itu kelak di akhirat akan dibagi menjadi dua macam, ahlul musibah dan ahlul 'aafiyah. Ahlul musibah adalah orang-orang yang pada masa hidup di dunia selalu kena musibah, selalu diuji dengan berbagai macam hal, hidupnya sering susah, sengsara bertubi-tubi. Sementara ahlul 'afiyah adalah orang-orang yang pada masa hidup di dunia enak-enak saja. Segala kemudahan didapatkannya tanpa usaha yang berarti. Pada saat hari perhitungan, Allah perintahkan pada malaikat agar menghisab Ahlul musibah terlebih dahulu. Lalu, dengan cepat malaikat melaporkan pada Allah, bahwa hisab mereka sebentar saja karena dosa-dosa mereka sudah digugurkan lewat musibah dan ujian yang menimpa mereka saat di dunia.
Maka Allah perintahkan kepada malaikat agar memberikan mereka para ahlul musibah 3 hal:
1. Afiyah, kekuatan, sebagai ganti kesusahan yang dia dapat di dunia dulu.
2. Khoiron, kebaikan, yaitu surga.
3. Manzilah, tempat yang tinggi, kedudukan yang tinggi di surga
Jadi bagi orang yg sering diuji oleh Allah, bukan karena Allah benci padanya, tapi karena Allah ingin ganti kesusahannnya itu dengan nikmat di akhirat nanti.
Demikian pula dengan orang yg sering diberi nikmat dan kemudahan, hati-hati. Para sahabat rasul dulu sering menangis jika mereka mendapat nikmat dan kemudahan. karena mereka takut jangan-jangan itu harusnya adalah nikmat mereka di akhirat, namun disegerakan di dunia ini.
Kadang kita merasa tak sabar saat ujian datang, entah sakit, entah kehilangan. Kita buru-buru mengeluh dan menggugat Allah. Padahal jika kita mau bersabar, maka semua kepayahan itu akan digantikan oleh Allah dengan kenikmatan yang jauh lebih besar.
Mari bersabar atas semua yang tidak menyenangkan. Mari bersyukur dalam setiap kenikmatan. Sebab Allah, tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya.
Wallahu'alam bissawab
Benarlah, bahwasanya hanya orang yang beriman yang bisa lurus dalam menyikapi silih bergantinya situasi dan kondisi. Hal ini karena ia meyakini keagungan dan kekuasaan Allah ta’ala serta tahu akan kelemahan dirinya. Tidak dipungkiri memang, musibah dan bencana akan selalu menyisakan kesedihan dan kepedihan. Betapa tidak, orang yang dicinta kini telah tiada, harta benda musnah tak bersisa, berbagai agenda tertunda, bahkan segenap waktu dan perasaan tercurah untuk memikirkannya.
Musibah adalah perkara yang tidak disukai yang menimpa manusia. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan: “Musibah adalah segala apa yang mengganggu seorang mukmin dan yang menimpanya.” (Al-Jami’li Ahkamil Qur’an, 2/175)
Seorang mukmin hendaknya yakin bahwa apa yang ditakdirkan Allah ta’ala niscaya akan menimpanya dan tidak meleset sedikitpun. Sedangkan apa yang tidak ditakdirkan oleh-Nya pasti tidak akan menimpanya. Allah ta’ala berfirman yang artinya :
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikan itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al Hadid: 22-23)
Ingatlah Saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Saudaraku, sesungguhnya musibah yang menimpa, tak lain adalah sarana penggugur dosa seorang hamba, seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. “Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” ( HR. Ahmad, hasan shahih)
Saudaraku ketahuilah manusia itu kelak di akhirat akan dibagi menjadi dua macam, ahlul musibah dan ahlul 'aafiyah. Ahlul musibah adalah orang-orang yang pada masa hidup di dunia selalu kena musibah, selalu diuji dengan berbagai macam hal, hidupnya sering susah, sengsara bertubi-tubi. Sementara ahlul 'afiyah adalah orang-orang yang pada masa hidup di dunia enak-enak saja. Segala kemudahan didapatkannya tanpa usaha yang berarti. Pada saat hari perhitungan, Allah perintahkan pada malaikat agar menghisab Ahlul musibah terlebih dahulu. Lalu, dengan cepat malaikat melaporkan pada Allah, bahwa hisab mereka sebentar saja karena dosa-dosa mereka sudah digugurkan lewat musibah dan ujian yang menimpa mereka saat di dunia.
Maka Allah perintahkan kepada malaikat agar memberikan mereka para ahlul musibah 3 hal:
1. Afiyah, kekuatan, sebagai ganti kesusahan yang dia dapat di dunia dulu.
2. Khoiron, kebaikan, yaitu surga.
3. Manzilah, tempat yang tinggi, kedudukan yang tinggi di surga
Jadi bagi orang yg sering diuji oleh Allah, bukan karena Allah benci padanya, tapi karena Allah ingin ganti kesusahannnya itu dengan nikmat di akhirat nanti.
Demikian pula dengan orang yg sering diberi nikmat dan kemudahan, hati-hati. Para sahabat rasul dulu sering menangis jika mereka mendapat nikmat dan kemudahan. karena mereka takut jangan-jangan itu harusnya adalah nikmat mereka di akhirat, namun disegerakan di dunia ini.
Kadang kita merasa tak sabar saat ujian datang, entah sakit, entah kehilangan. Kita buru-buru mengeluh dan menggugat Allah. Padahal jika kita mau bersabar, maka semua kepayahan itu akan digantikan oleh Allah dengan kenikmatan yang jauh lebih besar.
Mari bersabar atas semua yang tidak menyenangkan. Mari bersyukur dalam setiap kenikmatan. Sebab Allah, tidak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya.
Wallahu'alam bissawab
Mujiarto, M.Pd.
Komandan KOKAM Trenggalek
COMMENTS