mbsmu.com Oleh : Ust. Anang Wahid, Lc.M.H.I. Assalamu'alaikum Wr.Wb. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah. Mengawali kajian kita...
Oleh : Ust. Anang Wahid, Lc.M.H.I.
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah. Mengawali kajian kita tentang Indahnya belajar sunnah rasulullah saw, mari kita simak fiman Allah swt berikut ini:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ -٧-……
…..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya. (al-Hasyr:7) Menjadi umat rasulullah saw, tentunya tidak cukup hanya dengan sekedar mengaku-ngaku, atau mengatakan kepada semua orang bahwa kita adalah umat rasulullah saw. Diperlukan pembuktian nyata untuk menegaskan, baik kepada Allah, rasulullah, maupun manusia di sekitar kita bahwa sejatinya kita adalah pengikut setia nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, salah satu upaya pembuktian, bahwa kita adalah umat rasulullah, yaitu dengan belajar dan mengamalkan as-Sunnah an-Nabawiyyah, dan segala hal yang melekat pada Nabi Muhammad SAW
Setidaknya ada 5 (lima) manfaat mempelajari sunnahn Muhammad saw:
1. إظهار الحب إلى الله تعالى Idzhaarul hub ilallah ta’aala (menampakkan/ membuktikan cinta kita kepada Allah Ta’ala)
Mempelajari segala yang ada pada nabi merupakan bukti kecintaan kita kepada Allah Subhanahu Wa ta’aala. Allah berfirman dalam al-Qur’an:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ -٣١-
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.( QS:Ali Imron 31)
Allah swt juga sampaikan :
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً -٨٠-
Barangsiapa menaati rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka. (QS an-Nisa 80)
Syaikh Abdul Hamid Kisk dalam tafsirnya mengatakan, bahwa dahulu orang-orang yahudi yang dipimpin oleh Ka’ab bin al-Asyraf mengaku-ngaku sebagai kekasih dan kesayangan Allah. Maka rasulullah berkata kepada mereka: ”sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, maka jika kalian mencintai-Nya,ikutilah aku, laksanakan perintahku, maka Allah akan mencintai dan meridhai kalian!” (lihat fi rehab al-Tafsir . juz 3/93)
2. معرفة حياة النبى معرفة كاملة Ma’rifatu hayatinnabiy ma’rifatan kamilah (mengetahui seluk beluk kehidupan nabi SAW secara komprehensip/ menyeluruh).
Biasanya yang terbayang dari “sunnah nabi” adalah terfokus pada ibadah-ibadah ritualnya saja, yaitu bagaimana shalat sesuai tuntunan nabi, puasa sesuai sunnah, Umrah, haji dan lain lain sesuai tuntunan rasulullah SAW. Padahal dalam kehidupannya, nabi tidak hanya shalat, puasa dan haji, tetapi beliau adalah manusia normal yang melakukan berbagai macam aktifitas seperti manusia pada umumnya. Bagaimana ketika beliau bemu’amalah, seperti berpolitik, bergaul dengan para sahabat, berperang, atau ketika di dalam rumah saat menghadapi makanan, minuman, serta perlakuannya kepada anak dan istri-istri beliau.
3. معرفة السنّة و البدعة Ma’rifatu sunnah wal bid’ah ( mengetahui mana yang sunnah dan mana yang bid’ah)
Sangat penting kiranya memahami sunnah dan bid’ah. Apalagi berbicara bid’ah di tengah-tengah masyarakat adalah menjadi hal yang sangat sensitif.
Definisi secara syar’i dari bid’ah adalah “ أَحْدَثَ فِى دِيْنِ اللهِ, وَ لَيْسَ لَهُ أَصْلٌ عَامٌ وَلَاخَاصٌ يَدُلُّ عَلَيْهِ مَا
Artinya: segala sesuatu yang baru dalam agama Allah, tidak ada dasar dalilnya baik umum maupun khusus” (lihat qawa’id ma’rifat al-Bid’ah hal. 18-23)
Dalam hadits shahih Muslim 1435 kita bisa membaca riwayat sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Artinya: “diriwayatkan dari Jabir RA, dia berkata :satu ketika rasulullah saw berkhutbah dengan kedua mata memerah, suaranya meninggi, dan kemarahannya memuncak, seperti seakan-akan sedang memimpin perang melawan musuh, beliau berkata: akan datang musuh kalian di pagi dan sore kalian! Lalu berkata lagi: aku diutus, sedangkan aku dan kiamat seperti ini ( sambil mendempetkan jari telunjuk dan tengahnya), lalu berkata: amma ba’du! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang di ada-adakan/ muhdas, dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR Muslim 1435)
Sedangkan istilah bid’ah hasanah, yang sering kita dengar pada pelaksanaan shalat tarawih berjamaah, dapat dilihat dalam hadis berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Artinya: ”Diriwayatkan dari Abd. Rahman al-Qari sesungguhnya dia berkata: aku keluar bersama Umar bin al-Khattab pada malam ramadhan ke masjid, pada saat itu manusia berpencar ,ada yang shalat sendirian, ada yang shalat dengan jamaah yang kecil (kurang dari 10 orang), Umar berkata: Demi Allah saya melihat, seandainya mereka saya satukan di belakang satu imam, tentu lebih utama, kemudian beliau bertekat dan mengumpulkan mereka di bawah pimpinan Ubay bin ka’ab. Kemudian saya keluar lagi dengan beliau pada malam lain. Ketika itu orang-orang sedang shalat di belakang imam mereka , maka Umar RA berkata: ini adalah sebaik-baik bid’ah (hal baru).(HR Bukhari 1817)
Bila kita perhatikan, seakan terdapat kontradiksi (pertentangan) antara hadis riwayat Jabir, dengan apa yang dikatakan oleh Sahabat Umar Bin Khattab. Akan tetapi, jika diteliti, shalat tarawih berjamaah bukanlah suatu bid’ah, karena Rasulullah pernah melakukan hal tersebut meskipun hanya 3 malam, dengan alasan takut ibadah tersebut akan menjadi wajib bagi umat. Setelah itu, beliau selalu melaksanakan tarawih di rumah. Kebiasaan ini berlangsung hingga masa Khalifah Abu Bakar. Kemudian atas inisiatif Umar bin al-Khattab, dengan menggunakan dasar hukum qiyas, (nabi telah wafat, dan hukum tidak akan berubah), dikumpulkanlah umat di masjid untuk melaksanakan shalat tarawih berjamaah, dengan Ubay bin Ka’ab sebagai imam untuk laki-laki, sedangkan Khuzaimah
Maka bila kita perhatikan kalimat Umar نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ (sebaik baik bid’ah, inilah bid’ah yang terbaik) bukanlah bermaksud mem-bid’ah hasanahkan - shalat tarawih berjamaah, akan tetapi pengertiannya : “bila kelak ada yang mengatakan bahwa shalat tarawih berjamaah ini adalah bid’ah, maka inilah bid’ah yang terbaik, meskipun sebenarnya ini bukanlah bid’ah”.wallahu a’lam.
Jadi dalam fiqh Islam, terdapat perkara yang tidak dicontohkan oleh nabi, tidak langsung dihukumi “bid’ah”. Akan tetapi bila terdapat dalil yang bersandar kepada nabi,sekalipun nabi tidak mencontohkan, belum tentu menjadi bid’ah, boleh jadi hal itu untuk meringankan umatnya dalam melaksanakan praktek ibadah, contoh lain adalah qiyas beras dengan gandum pada zakat fitri.
4. رفع الحرج عند إمتثال الأوامر Raf’ul haraj ‘inda imtitsal (menghilangkan satu kesulitan ketika kita melaksanakan ibadah)
Maksudnya, dalam memberikan contoh (sunnah), terkadang nabi memberikan beberapa contoh dalam satu praktek ibadah, ada yang 2 contoh, 3 dan seterusnya. Bagi yang telah belajar dan mengetahui sunnah, ini akan memudahkan cara beribadah.
Contoh: hadis yang menerangkan tata cara turun sujud, antara mendahulukan tangan atau lutut. Mari kita simak hadis berikut:
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya: diriwayatkan dari wail bin Hujur, berkata: aku melihat rasulullah saw ketika turun sujud meletakkan kedua lututnya sebelum telapak tangannya, dan ketika bangkit mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya. (HR Tirmidzi 248)
Sementara hadits Abu Dawud 714 mengatakan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya: diriwayatkan Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: apabila salah satu dari kalian turun sujud, maka janganlah berlutut menyerupai berlututnya onta, dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya. (HR Abu Dawud 714)
Dua hadis diatas memberi pilihan kepada seorang muslim dalam menjalankan shalatnya. Ketika terdapat kesulitan untuk mendahulukan lututnya, maka dia bisa mendahulukan tangannya ketika sujud.
5. رفع الاختلاف فى العبادة Raf’ul ikhtilaf fil ‘ibadah (mengangkat potensi perselisihan dalam ibadah)
Yaitu meminimalisir perbedaan-perbedaan dalam menunaikan ibadah. Atau paling tidak, ketika pengetahuan tentang sunnah telah dimiliki, tidak ada lagi sikap saling menyalahkan dan merasa paling benar, dan yang muncul adalah saling menghormati pendapat yang berlainan, menurut kemantapan dalil yang diyakini.
Wallaahul musta’aan
Ust. Anang Wahid Cahyono, Lc. M.H.I.
- Alumni Al Azhar Cairo - Mesir
- Direktur MBS Trenggalek
- Wakil Ketua PDM Trenggalek
- Dosen Syari'ah IAIN Tulungagung
- Alumni Al Azhar Cairo - Mesir
- Direktur MBS Trenggalek
- Wakil Ketua PDM Trenggalek
- Dosen Syari'ah IAIN Tulungagung
COMMENTS