Sudah menjadi agenda rutin bulanan, seluruh pendidik MBS Trenggalek berkumpul dalam forum rapat evaluasi bersama Direktur MBS Trenggalek, ...
Selain rapat, pertemuan yang dilakukan setiap awal bulan itu, juga disisipkan kajian oleh sang Direktur. Kali ini, pada kajian yang sifatnya pembinaan kerohanian dan penambahan wawasan keagamaan, ustadz Anang membeberkan tentang landasan filosofis bagi para pendidik (guru) menurut Prof. Mahmud Yunus. Landasan yang tertulis dalam bahasa arab tersebut memuat empat hal.
1. Al Maaddatu Muhimmatun (materi pelajaran itu penting)
Sebelum mengajar, guru (pendidik) harus menguasai materi yang akan diajarkan. Untuk itu para pendidik dituntut untuk banyak membaca dan menelaah, sehingga materi yang akan diajarkan benar-benar mengena. “jangan sampai guru mengajar tanpa persiapan materi” Pesan Anang.
2. Watthoriiqotu ahammu minal maaddati (Metode mengajar lebih penting daripada penguasaan materi)
Penguasaan materi ajar memang penting, namun yang lebih penting dari itu adalah penguasaan metode mengajar yang pas. Artinya seluas apapun teori (materi) yang dikuasai guru, namun jika tidak diimbangi metode mengajar yang tepat, maka hasilnya juga tidak maksimal. “professor itu orang yang paling mahir dalam hal penguasaan materi ajar, namun banyak mahasiswa yang tertidur ketika diajar, main HP sendiri dan tidak mempedulikan sang professor, kenapa bisa begitu, karena metode mengajarnya yang tidak cocok” tutur Alumnus Al Azhar memberi contoh.
3. Walakin al Mudarrisa ahammu minatthoriiqoti ( Guru lebih penting dari Metode Mengajar)
Penguasaan materi dan metode mengajar sangat penting, tapi ada yang lebih penting, yakni guru itu sendiri. Artinya, seorang guru harus memahami tentang tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Tugas guru bukan hanya menransfer ilmu, tapi juga mendidik dan mengarahkan murid-muridnya agar menjadi anak-anak yang baik. Guru harus punya semangat dan loyalitas tinggi, mampu memberi contoh dan menjadi uswah hasanah (suri tauladan). Sehebat apapun penguasaan materi dan sekreatif apapun metode mengajar, namun jika seorang guru tidak mencerminkan perilaku layaknya seorang guru, maka anak didik pun tidak akan simpati dan tertarik ketika diajar. “Jangan berharap murid disiplin, jika gurunya tidak disiplin, jangan berharap murid mau menjaga kebersihan, jika guru biasa membuang sampah sembarangan”. Ujar Dosen IAIN Tulungagung itu.
4. Bal ruuhul mudarrisi ahammu minal mudarrisi (Ruh guru lebih penting daripada guru itu sendiri)
Inilah puncak dari landasan filosofis yang harus dimiliki seorang guru. Yakni “Ruh Guru”. Ruh atau jiwa seorang pendidik harus ada dalam diri setiap guru/pendidik , kapanpun dan dimanapun dia mengajar. Ruh disini terkait dengen spiritualisme. Jika ingin menjadi pendidik yang hebat, maka nilai-nilai spiritualisme, nilai-nilai ketuhanan haruslah dikuasai para pendidik. Ilmu tidak akan sampai di hati anak didik, jika yang menyampaikan kering jiwanya dari nilai-nilai ketuhanan. Untuk itu, guru dituntut memiliki sikap hidup yang baik berlandaskan nilai-nilai agama. “Sempatkan untuk sholat tahajjud, sempatkan berdo’a agar Allah memberi petunjuk dan cahaya. Guru yang bisa mendidik dengan hati, jauh lebih bermakna daripada sekedar mengandalkan penguasaan materi. Dan untuk bisa melakukan itu, guru harus dekat dengan tuhannya” pungkas Anang.
-------------------------------------------
Prof. Mahmud Yunus adalah ulama besar kelahiran Tanah Datar, Minangkabau tahun 1899. Salah satu jasanya adalah memasukkan palajaran agama ke dalam kurikulum Nasional. Pernah berlajar di Universitas Al Azhar, Kairo. Meninggal pada tahun 1982 pada usia 82 tahun. Menulis 75 judul buku, salah satunya tafsir Al Qur’an al karim dan kamus bahasa Arab – Indonesia. (sumber : wikipedia)
COMMENTS