Menjadi pendidik (guru) itu susah-susah gampang, Jika dibilang susah ya susah, dibilang gampang ya gampang. Penentu keduanya ada pad...
Untuk menumbuhkan jiwa dan semangat sebagai seorang pendidik yang sebenarnya, belajar tentang keteladanan mutlak diperlukan. Keteladanan itu bisa muncul dari mana saja dan dari siapa saja. Namun sebaik-baik keteladanan, tentu ada dalam diri Rasulullah Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam Qs. Al Ahzab ayat 21 yang artinya “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu”.
Berbicara tentang keteladanan hidup rasulullah SAW, Drs. H Wicaksono, M.Pd.I menjelaskan tantang karakter pendidik yang ada pada diri rasulullah SAW pada kajian rutin mingguan MBS Trenggalek, Jum’at (28/10) lalu. Menurut wakil ketua PDM Trenggalek itu, karakter pendidik rasulullah tersirat dalam Qs. At Taubah ayat 128. “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. Ayat tersebut secara eksplisit memang tidak mengatakan tentang profesi rasulullah SAW sebagai seorang guru, namun secara implisit karakter mulia seorang pendidik ada pada beliau. Bagaimana penjelasannya?
Pak Wicak (panggilan akrab Wicaksono) menjelaskan bahwa dalam ayat diatas terdapat tiga karakter pendidik dalam diri rasulullah SAW. Karakter pertama adalah memiliki rasa simpati atau empati yang tinggi. Hal itu bisa kita lihat dari terjemahan ayat diatas yang berbunyi berat terasa olehnya penderitaanmu. Artinya Rasulullah SAW adalah orang yang sangat mempedulikan nasib kaumnya atau dalam arti lain rasa simpati maupun empati kepada umat sangatlah tinggi. Sifat itu hendaknya juga dimiliki oleh seorang pendidik. Simpati terhadap siswa yang kurang mampu, peduli pada siswa yang lemah ekonomi. “Jangan sampai terjadi lagi anak putus sekolah karena tidak mampu membayar biaya pendidikan, sementara para gurunya tidak ada yang peduli”. Begitu kata pak Wicak.
Keteladanan ketiga dari rasulullah SAW yang harus dipelajari oleh guru adalah sifat welas asih dan penyayang. Terjemahan pada akhir ayat diatas berbunyi “amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. Dalam catatan sirah nabawiyah pernah diceritakan bahwa ketika rasulullah mendakwahkan Islam di Mekah al mukarromah, beliau mendapat tantangan yang amat berat; dimusuhi, dicaci-maki, dilempar kotoran unta oleh orang-orang kafir bahkan mau dibunuh. Namun rasulullah SAW tidak dendam, tidak benci pada mereka. Justru didoakanlah orang-orang yang memusuhinya itu, agar kelak mendapat hidaya Allah SWT. Hal itu menunjukkan betapa rasulullah adalah orang yang sangat welas asih dan penyayang kepada ummatnya. Bahkan kepada orang-orang yang memusuhinya.
Begitupula seorang guru. Dalam menjalankan tugas mulia itu, hendaknya guru juga mengasah karakter welas asih dan penyayang kepada para muridnya. Beragam latar belakang, sifat dan karakter murid yang ada dalam sekolah. Ada yang pandai, ada yang kurnag pandai, ada yang jujur ada juga yang suka bohong, ada yang nakal, bahkan ada yang kurang ajar terhadap gurunya. Namun senakal-nakalnya murid, mereka tetaplah anak-anak yang masih dalam proses belajar. Seorang guru hendaknya belajar bersabar dalam menghadapi heterogenitas sifat dan karakter murid. Dan kesabaran itu muncul karena rasa sayang. Berat memang, namun itulah kemuliaan seorang guru. Tahan amarah dan lebih-lebih jangan sampai benci terhadap murid, jika hal itu terjadi, berarti kita telah gagal dalam proses pendidikan. Maka selain mendidik, seyogyanya guru juga tak bosan-bosan mendoakan murid-muridnya, agar kelak mereka berubah menjadi anak-anak yang baik. Dallin
COMMENTS